Pendahuluan
Konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh Geertz memang sebuah konsep yang dianggap baru pada masanya. Seperti dalam bukunya Interpretation of Culture, ia mencoba mendefinsikan kebudayaan yang beranjak dari konsep yang diajukan oleh Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak terbatas dan tidak mempunyai standard yang baku dalam penentuannya. Berbeda dengan Kluckholn, ia menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, sebuah konsep semiotik, dimana ia melihat kebudayaan sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit (Geertz; 1992, 5). Dalam usahanya untuk memahami kebudayaan, ia melihat kebudayaan sebagai teks sehingga perlu dilakukan penafsiran untuk menangkap makna yang terkandung dalam kebudayaan tersebut. Kebudayaan dilihatnya sebagai jaringan makna simbol yang dalam penafsirannya perlu dilakukan suatu pendeskripsian yang sifatnya mendalam (thick description).
Konsep Kebudayaan Geertz
Geerts secara jelas mendefinisikannya. “Kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun..dalam pengertian di mana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana di mana orang-oarang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan menmgembangkan pengtahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik”. Karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan (Kuper; 1999, 98).
Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz diatas adalah suatu pendekatan yang sifatnya hermeneutic . Suatu pendekatan yang lazim dalam dunia seniotik. Pendekatan hermeunetik inilah yang kemudian menginspirisasikannya untuk melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan, dan diinterpretasikan. Pengaruh hermeunetic dapat kita lihat dari beberapa tokoh sastra dan filsafat yang mempengaruhinya, seperti Kenneth Burke, Susanne langer, dan Paul Ricouer. Seperti Langer dan Burke yang mendefinisikan fitur/keistimewaan manusia sebagai kapasitas mereka untuk berperilaku simbolik. Dari Paul Ricouer, ia mengambil gagasan bahwa bangunan pengetahuan manusia yang ada, bukan merupakan kumpulan laporan rasa yang luas tetapi sebagai suatu struktur fakta yang merupakan simbol dan hukum yang mereka beri makna. Sehingga demikian tindakan manusia dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca, suatu perlakuan yang sama seperti kita memperlakukan teks tulisan (Kuper; 1999, 82).
Geertz menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya. Sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok. Kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan (Geertz; 1992a, 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar